Pemecahan Masalah Yang Berkaitan Dengan Etikolegal Pelayanan Kebidanan
Nama: Marissella br Situmorang
Nim: 022019011
Prodi: D3 Kebidanan
Etika khusus adalah penerapan prinsip-prinsip moral dasar dalam bidang kehidupan yang khusus. Penerapan ini bisa terwujud bagaimana seseorang mengambil keputusan dan bertindak dalam bidang kehidupan dan kegiatan khusus yang dilakukannya, yang didasari oleh cara, teori dan prinsip-prinsip moral dasar
Memecahkan Masalah Yang Berkaitan Dengan Etikolegal Pelayanan Kebidanan
A. Masalah-masalah Etik Moral Yang Mungkin Terjadi Dalam Praktek Bidan
1. Tuntutan etik adalah hal penting dalam kebidanan karena :
a. Bertanggung jawab atas keputusan yang dibuat
b. Bertanggung jawab atas keputusan yang diambil
2. Untuk menjalankan praktik kebidanan dengan baik dibutuhkan :
a. Pengetahuan klinik yang baik
b. Pengetahuan yang up to date
c. Memahami issue etik dalam pelayanan kebidanan
3. Harapan Bidan dimasa depan :
a. Bidan dikatakan profesional, apabila menerapkan etika dalam menjalankan praktik kebidanan (Daryl Koehn, Ground of Profesional Ethis, 1994)
b. Dengan memahami peran bidan tanggung jawab profesionalisme bidan terhadap pasien atau klien akan meningkat
c. Bidan berada dalam posisi baik memfasilitasi klien dan membutuhkan peningkatan pengetahuan tentang etika untuk menerapkan dalam strategi praktik kebidanan
B. Langkah-langkah Penyelesaian Masalah
1. Pengkajian
Hal pertama yang perlu diketahui bidan adalah perlu mendengar kedua sisi dengan menjadi pendengar yang berempati. Target tahap ini adalah terkumpulnya data dari seluruh pengambil keputusan, dengan bantuan pertanyaan yaitu :
1. Apa yang menjadi fakta medik ?
2. Apa yang menjadi fakta psikososial ?
3. Apa yang menjadi keinginan klien ?
4. Apa nilai yang menjadi konflik ?
5. Perencanaan
Untuk merencanakan dengan tepat dan berhasil, setiap orang yang terlibat dalam pengambilan keputusan harus masuk dalam proses. Thomson and Thomson (1985) mendaftarkan 3 (tiga) hal yang sangat spesifik namun terintegrasi dalam perencanaan, yaitu:
1. Tentukan tujuan dari treatment.
2. Identifikasi pembuat keputusan
3. Daftarkan dan beri bobot seluruh opsi/pilihan.
2. Implementasi
Selama implementasi, klien/keluarganya yang menjadi pengambil keputusan beserta anggota tim kesehatan terlibat mencari kesepakatan putusan yang dapat diterima dan saling menguntungkan. Harus terjadi komunikasi terbuka dan kadang diperlukan bernegosiasi. Peran Bidan selama implementasi adalah menjaga agar komunikasi tak memburuk, karena dilema etis sering kali menimbulkan efek emosional seperti rasa bersalah, sedih/berduka, marah, dan emosi kuat yang lain. Pengaruh perasaan ini dapat menyebabkan kegagalan komunikasi pada para pengambil keputusan. Bidan harus ingat “Saya disini untuk melakukan yang terbaik bagi klien”.
Bidan harus menyadari bahwa dalam dilema etik tak selalu ada 2 (dua) alternatif yang menarik, tetapi kadang terdapat alternatif tak menarik, bahkan tak mengenakkan. Sekali tercapai kesepakatan, pengambil keputusan harus menjalankannya. Kadang kala kesepakatan tak tercapai karena semua pihak tak dapat didamaikan dari konflik sistem dan nilai. Atau lain waktu, Bidan tak dapat menangkap perhatian utama klien. Sering kali klien/keluarga mengajukan permintaan yang sulit dipenuhi, dan di dalam situasi lain permintaan klien dapat dihormati.
3. Evaluasi
Tujuan dari evaluasi adalah terselesaikannya dilema etis seperti yang ditentukan sebagai outcome-nya. Perubahan status klien, kemungkinan treatment medik, dan fakta sosial dapat dipakai untuk mengevaluasi ulang situasi dan akibat treatment perlu untuk dirubah. Komunikasi diantara para pengambil keputusan masih harus dipelihara.
Dilema etik yang sering ditemukan dalam praktek kebidanan dapat bersifat personal ataupun profesional. Dilema menjadi sulit dipecahkan bila memerlukan pemilihan keputusan tepat diantara dua atau lebih prinsip etis. Sebagai tenaga profesional perawat kadang sulit karena keputusan yang akan diambil keduanya sama-sama memiliki kebaikan dan keburukan. Pada saat berhadapan dengan dilema etis juga terdapat dampak emosional seperti rasa marah, frustrasi, dan takut saat proses pengambilan keputusan rasional yang harus dihadapi, ini membutuhkan kemampuan interaksi dan komunikasi yang baik dari seorang perawat.
Masalah pengambilan keputusan dalam pemberian transplantasi ginjal juga sering menimbulkan dilema etis karena sangat berhubungan dengan hak asasi manusia, pertimbangan tingkat keberhasilan tindakan dan keterbatasan sumber-sumber organ tubuh yang dapat didonorkan kepada orang lain sehingga memerlukan pertimbangan yang matang. Oleh karena itu sebagai perawat yang berperan sebagai konselor dan pendamping harus dapat meyakinkan klien bahwa keputusan akhir dari komite merupakan keputusan yang terbaik.
C. Informed Choice dan Informed Consent
Menurut Jhon M. Echols dalam kamus bahasa inggris indonesia tahun 2003 Informed berarti telah diberitahukan, telah disampaikan, telah di informasikan. Sedangkan Choice berarti pilihan. Dengan demikian secara umum Infrmed Choice dapat diartikan memberitahukan atau menjelaskan pilihan-pilihan yang ada pada klien.
Tujuannya adalah untuk mendorong wanita memilih asuhannya, peran bidan tidak hanya membuat asuhan dalam menejemen asuhan kebidanan tetapi juga menjamin bahwa hak wanita untuk memilih asuhan dan keinginannya terpenuhi.
Menurut kode etik bidan internasional tahun 1993, ”bidan harus menghormati hak informed choice ibu dan meningkatkan penerimaan ibu tentang pilihan dalam asuhan dan tanggung jawabnya tentang hasil dari pilihannya”
Informasi yang diberikan kepada ibu, tentang pemahaman resiko, manfaat, keuntungan, dan kemungkinan hasil dari tiap pilihannya. Tetapi sebagian besar wanita masih sulit untuk membuat keputusan karena alasan social, ekonomi, kurangnya pendidikan, dan pemahaman masalah kesehatan. Kesulitan bahasa, dan pehamanan sistem kesehatan yang tersedia dan lain-lain.
Berikut rambu-rambu yang harus di ingat dalam Informed Choice :
1. Informed Choice bukan sekedar mengetahui berbagai pilihan yang ada, namun juga mengerti benar manfaat dan resiko dari setiap pilihan yang ditawarkan.
2. Informed choice tidak sama dengan membujuk atau memaksa klien mengambil keputusan yang menurut orang lain baik (meskipun dilakukan dengan cara halus)
Menurut Jusuf Hanafiah (1999) Informed consent adalah persetujuan yang diberikan pasien kepada dokter setelah diberikan penjelasan. Hal ini dilakukan setiap melakukan tindakan medis sekecil apapun tindakan tersebut. Menurut
Depkes (2002),informed consent dibagi menjadi 2 bentuk yaitu:
1. Implied consent, yaitu persetujuan yang dinyatakan secara langsung.
2. Express consent yaitu persetujuan yang dinyatakan dalam bentuk tulisan atau ferbal.
Pengecualian terhadap keharusan pemberian informasi sebelum dimintakan persetujuan tindakan kedokteran kepada klien adalah:
1. Dalam keadaan gawat darurat (emergensi), dimana dokter harus segera bertindak untuk menyelamatkan jiwa.
2. Keadaan emosi pasien yang sangat labil sehingga ia tidak bisa menghadapi situasi dirinya. Ini tercantum dalam Permenkes No.290/ Menkes/ Per/ III/ 2008.
Menurut Culver and Gert, ada 4 komponen yang harus dipahami pada suatu consent/persetujuan :
1. Sukarela (voluntariness)
2. Informasi (information)
3. Kompetensi (competence)
4. Keputusan (decision)
Pilihan (choice) berbedadengan persetujuan (consent), yaitu:
1. Persetujuan atau consent penting dari sudut pandang bidan, karena berkaitan dengan aspek hukum yang memberikan otoritas untuk semua prosedur yang akan dilakukan bidan
2. Pilihan atau choice penting dari sudut pandang klien sebagai penerima jasa asuhan kebidanan, yang memberikan gambaran pemahaman masalah yang sesungguhnya dan merupakan aspek otonomi pribadi menentukan ‘pilihannya sendiri’
Agar pilihan dapat dipeluas dan menghindari konflik, maka yang harus dilakukan adalah:
1. Memberi informasi yang lengkap pada ibu, informasi yang jujur, tidak bias, dan dapat dipahami oleh ibu, menggunakan alternatif media ataupun yang lain, sebaiknya tatap muka.
2. Bidan dan tenaga kesehatan lain perlu belajar untuk membantu ibu menggunakan haknya dan menerima tanggung jawab keputusan yang diambil. Hal ini dapat diterima secara etika dan menjamin bahwa tenaga kesehatan sudah memberikan asuhan yang terbaik dan memastikan ibu sudah diberikan informasi yang lengkap tentang dampak dari keputusan mereka.
3. Untuk pemegang kebijakan pelayanan kesehatan perlu merencanakan, mengembangkan sumber daya, memonitor perkembangan protokol dan petunjuk teknis baik di tingkat daerah, propinsi, untuk semua kelompok tenaga pemberi pelayanan bagi ibu.
4. Menjaga fokus asuhan pada ibu dan evidencebased, diharapkan konflik dapat ditekan serendah mungkin.
5. Tidak perlu takut akan konflik tetapi menganggapnya sebagai sesuatu kesempatan untuk saling memberi, dan mungkin suatu penilaian ulang yang objektif, bermitra dengan wanita dari sistem asuhan dan tekanan positif pada perubahan.
Beberapa jenis pelayanan kebidanan yang dapat diplih oleh pasien, antara lain:
1. Bentuk pemeriksaan ANC dan screening laboratorium ANC
2. Tempat melahirkan
3. Masuk kamar bersalin pada tahap awal persalinan
4. Didampingi waktu melahirkan
5. Argumentasi, stimulasi, induksi
6. Mobilisasi atau posisi saat persalinan
7. Pemakaian analgesia
8. Episiotomi
9. Pemecahan ketuban
10. Penolong persalinan
11. Keterlibatan suami pada waktu melahirkan
12. Teknik pemberian minuman pada bayi
13. Metode kontrasepsi
Pencegahan konflik etik, meliputi empat hal:
1. Informed Consent
2. Negosiasi
3. Persuasi
4. Komite Etik
Latar belakang diperlukannya informed consent adalah karena tindakan medik yang dilakukan bidan, hasilnya penuh dengan ketidak pastian dan unpredictable (tidak dapat diperhitungkan secara matematik), sebab dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang berada di luar kekuasaan bidan, seperti perdarahan post partum, shock, asfiksia neonatorum.
Menurut Dr.H.J.J Leenen, bahwa isi dari informasi adalah diagnosa, terapi, tentang cara kerja, resiko, kemungkinan perasaan sakit, keuntungan terapi, dan prognosa. Yang berhak memberikan persetujuan adalah mereka yang dalam keadaan sadar dan sehat mental, telah berumur 21 tahun atau telah menikah, bagi mereka yang telah berusia lebih dari 21 tahun tetapi dibawah pengampuan maka persetujuan diberikan oleh wali. Ibu hamil yang telah melangsungkan perkawinan, berarapun umurnya, menurut hukum adalah dewasa (cakap), berhak mendapat informasi.
Hak atas persetujuan bilamana ada pertentangan dengan suami maka pendapat ibu hamil yang diturut karena yang memebrikan persetujuan adalah ibu hamil sendiri, mengingat akan hak atas alat reproduksi.
Pernyataan dalam informed consent menyatakan kehendak kedua belah pihak, yaitu pasien menyatakan setuju atas tindakan yang dilakukan bidan dan formulir persetujuan itu ditandatangani oleh kedua belah pihak, maka persetujuan kedua belah pihak saling mengikat dan tidak dapat dibatalkan oleh salah satu pihak. Ia hanya dapat dipergunakan sebagai bukti tertulis akan adanya izin atau persetujuan dari pasien terhadap tindakan yang dilakukan.
Bilamana ada formulir yang ditandatangani pasien atau wali pada umumnya berbunyi segala akibat dari tindakan akan menjadi tanggung jawab bidan atau rumah bersalin. Rumusan tersebut secara hukum tidak mempunyai kekuatan hukum, mengingat seseorang tidak dapat membebaskan diri dari tanggung jawabnya atas kesalahan yang belum dibuat.
Rahasia pribadi yang diberitahu oleh ibu hamil adalah rahasia yang harus dipegang teguh dan dirahasiakan bahkan sampai yang bersangkutan meninggal dunia. Hukuman membuka rahasia jabatan diatur dalam KUHP BAB XVII pasal 322 tentang membuka rahasia.
Informed consent mempunyai dua dimensi, yaitu sebagai berikut:
1. dimensi hukum, merupakan perlindungan pasien terhadap bidan yang berperilaku memaksakan kehendak, memuat:
a. keterbukaan informasi antara bidan dengan pasien
b. informasi yang diberikan harus dimngerti pasien
c. memberikan kesempatan pasien untuk memperoleh yang terbaik
2. Dimensi etik, mengandung nilai-nilai:
a. menghargai otonomi pasien
b. tidak melakukan intervensi melainkan membantu pasien bila diminta atau dibutuhkan
c. bidan menggali keinginan pasien baik secara subjektif atau hasil pemikiran rasional
Syarat syahnya perjanjian atau consent adalah:
1. Adanya kata sepakat, sepakat dari pihak tanpa paksaan, tipuan maupun kekeliruan. Dalam hal perjanjian antara bidan dan pasien, kata sepakat harus diperoleh dari pihak bidan dan pasien setelah terlebih dahulu bidan memberikan informasi kepada pasien sejelas-jelasnya.
2. Kecakapan, artinya bahwa seseorang memiliki kecakapan memberikan persetujuan, jika orang tersebut mampu melakukan tindakan hukum, dewasa, dan tidak gila
3. Suatu hal tertentu, objek dalam persetujuan antara bidan dan pasien harus disebutkan dengan jelas dan terperinci. Misalnya dalam persetujuan ditulis dengan jelas identitas pasien meliputi: nama, jenis kelamin, alamat, suami atau wali. Kemudian yang terpenting harus dilampirkan identitas yang memberikan persetujuan
4. Suatu sebab yang halal, maksudnya adalah isi persetujuan tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, tata tertib, kesusilaan, norma dan hukum.
Untuk memahami informed consent, maka digambarkan urutan pelaksanaannya pada bagan alir sebagai berikut:
PASIEN
BIDAN
INFORMASI
CHOICE/PILIHAN
KEPUTUSAN
CONSENT (PERSETUJUAN)
REFUSAL (MENOLAK)
MENANDATANGANI FORM PERSETUJUAN
MENANDATANGANI FORM PENOLAKAN
CONTOH INFORMED CONSENT DALAM
TINDAKAN PERSALINAN
Bidan Praktik Swasta .........................
Alamat ................................................
Telp .....................Fax .........................
Kode Pos ............................................
PERSETUJUAN TINDAKAN PERTOLONGAN
PERSALINAN
Nomor: ..............
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : ........................................................
Tempat/Tanggal Lahir : ........................................................
Alamat : ........................................................
Kartu Identitas : ........................................................
Pekerjaan : ........................................................
Selaku individu yang meminta bantuan pada fasilitas kesehatan ini, bersama ini saya menyatakan kesediaanya untuk dilakukan tindakan dan prosedur pertolongan persalinan pada diri saya.
Apabila dalam keadaan dimana saya tidak mampu untuk memperoleh penjelasan dan memberi persetujuan maka saya menyerahkan mandat kepada suami atau wali saya, yaitu:
Nama : ........................................................
Tempat/Tanggal Lahir : ........................................................
Alamat : ........................................................
Kartu Identitas : ........................................................
Pekerjaan : ........................................................
Demikian surat persetujuan ini saya buat tanpa paksaaan dari pihak manapun dan agar dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.
........................, .......................
Yang memberi
Bidan, Persetujuan pasien
(...............................) (.............................................)
Komentar
Posting Komentar