DETEKSI DINI KEGAWATDARURATAN PADA KALA I DAN KALA II ( KPD, PERSALINAN LAMA, PERSALINAN KASEP, BUKAN PRESENTASE KEPALA, PERSALINAN DENGAN DISTOSIA EMBOLI AIR KETUBAN DAN GAWAT JANIN PADA PERSALINAN )

 Kegawatdaruratan Masa Persalinan  Kala I dan Kala II 

Kasus kegawatdaruratan obstetri ialah kasus yang apabila tidak segera ditangani akan berakibat kesakitan yang berat, bahkan kematian ibu dan janinya. Kasus ini menjadi penyebab utama kematian ibu, janin, dan bayi baru lahir. Secara umum terdapat berbagai kasus yang masuk dalam kategori kegawatdaruratan maternal masa persalinan kala I dan II, dan manifestasi klinik kasus kegawatdaruratan tersebut berbeda-beda dalam rentang yang cukup luas. Dari berbagai kasus yang ada, dalam Bab 3 Topik 1 ini Anda akan mempelajari kegawatdaruratan maternal masa persalinan kala I dan II tentang kasus yang sering dan atau mungkin terjadi yaitu : 

Emboli air ketuban 

Distosia bahu 

Persalinan dengan kelainan letak janin (sungsang) 

Partus lama 

Preeklamsia. 


1.  Identifikasi kasus kegawatdaruratan maternal masa persalinan Kala I dan Kala II 

Yang dapat menyebabkan keadaan gawatdarurat  dalam hal ini adalah penyulit persalinan yaitu hal-hal yang berhubungan langsung dengan persalinan yang menyebabkan hambatan bagi persalinan yang lancar.  Kategori dalam  penyulit persalinan kala I dan II adalah sebagai berikut : 

Emboli air ketuban 

Distosia bahu 

Persalinan dengan Kelainan letak janin (letak sungsang) 

Partus lama 

Preeklamsia 

Untuk mencapai kompetensi tersebut, maka pelajarilah dengan baik uraian tentang teori dalam kasus kegawatdaruratan maternal masa persalinan kala I dan II berikut ini : 

 

1. EMBOLI AIR KETUBAN 

a.  Pengertian 

  Emboli air ketuban merupakan sindrom dimana cairan ketuban memasuki sirkulasi darah maternal, tiba-tiba terjadi gangguan pernafasan yang akut dan shock. Sebanyak 25% wanita yang menderita keadaan ini meninggal dalam waktu 1 jam. Kondisi ini amat jarang dengan perbandingan 1 : 8000 sampai 1 : 30.000. Sampai saat ini mortalitas maternal dalam waktu 30 menit mencapai angka 85%. Meskipun telah diadakan perbaikan sarana ICU dan pemahaman mengenai hal hal yang dapat menurunkan mortalitas, kejadian ini masih tetap merupakan penyebab kematian ke III di negara berkembang. 

 

 

  Gambar 1. Bolus cairan ketuban masuk     dalam sirkulasi darah ibu 

b.  Etiologi 

 Patofisiologi belum jelas diketahui secara pasti. Diduga bahwa terjadi kerusakan penghalang fisiologi antara ibu dan janin sehingga bolus cairan amnion memasuki sirkulasi maternal yang selanjutnya masuk kedalam sirkulasi paru dan menyebabkan:  

Kegagalan perfusi secara masif 

Bronchospasme 

Renjatan 

 Akhir akhir ini diduga bahwa terjadi suatu peristiwa syok anafilaktik akibat adanya antigen janin yang masuk kedalam sirkulasi ibu dan menyebabkan timbulnya berbagai manifestasi klinik. 

 

Faktor Risiko 

 Emboli air ketuban dapat terjadi setiap saat dalam kehamilan namun sebagian besar terjadi pada saat inpartu (70%), pasca persalinan (11%) dan setelah Sectio Caesar (19%). Yang menjadi faktor risiko adalah beberapa hal berikut : 

Multipara 

Solusio plasenta 

IUFD 

Partus presipitatus 

Suction curettahge 

Terminasi kehamilan 

Trauma abdomen 

Versi luar 

Amniosentesis 

 

c.  Tanda dan Gejala 

Pada umumnya emboli air ketuban terjadi secara mendadak dan diagnosa emboli air ketuban harus pertama kali dipikirkan pada pasien hamil yang tiba tiba mengalami kolaps. 

Pasien dapat memperlihatkan beberapa gejala dan tanda yang bervariasi, namun umumnya gejala dan tanda  yang terlihat adalah : 

Sesak  nafas 

Wajah kebiruan 

Terjadi gangguan sirkulasi jantung 

Tekanan darah mendadak turun 

Nadi kecil/cepat 

 

2.  Distosia Bahu 

a.  Pengertian  

 Distosia bahu adalah tersangkutnya bahu janin dan tidak dapat dilahirkan setelah kepala janin dilahirkan. Spong dkk (1995) menggunakan sebuah kriteria objektif untuk menentukan adanya distosia bahu yaitu interval waktu antara lahirnya kepala dengan seluruh tubuh. Nilai normal interval waktu antara persalinan kepala dengan persalinan seluruh tubuh adalah 24 detik, pada distosia bahu 79 detik. Mereka mengusulkan bahwa distosia bahu adalah bila interval waktu tersebut lebih dari 60 detik.  American College of Obstetrician and Gynecologist (2002): angka kejadian distosia bahu bervariasi antara 0.6 – 1.4%.  

 

        

Gambar 2. Distosia Bahu          Gambar 3. Perasat McRobert’s 

 

 

 Distosia bahu adalah kondisi darurat oleh karena bila tidak segera ditangani akan menyebabkan kematian janin dan terdapat ancaman terjadinya cedera syaraf daerah leher akibat regangan berlebihan/terjadinya robekan (Widjanarko, 2012). 

 

b.  Etiologi 

Maternal 

Kelainan bentuk panggul 

Diabetes gestasional 

Kehamilan postmature 

Riwayat persalinan dengan distosia bahu 

  Ibu yang pendek. 

Fetal  

Dugaan macrosomia  

 

c.  Tanda dan Gejala 

 American College of Obstetricians and Gynecologist (2002) menyatakan bahwa penelitian yang dilakukan dengan metode evidence based menyimpulkan bahwa : 

 Sebagian besar kasus distosia bahu tidak dapat diramalkan atau dicegah 

 Adanya kehamilan yang melebihi 5000 gram atau dugaan berat badan janin yang dikandung oleh penderita diabetes lebih dari 4500 gram 

 

3.  Persalinan letak sungsang pada janin 

a.  Pengertian  

  Persalinan letak sungsang adalah persalinan pada bayi dengan presentasi bokong 

(sungsang) dimana bayi letaknya sesuai dengan sumbu badan ibu, kepala berada pada fundus uteri, sedangkan bokong merupakan bagian terbawah di daerah pintu atas panggul atau simfisis (Manuaba, 1988). 

 

 

     Gambar 4. Macam-macam Letak Sungsang 

 

 Pada letak kepala, kepala yang merupakan bagian terbesar lahir terlebih dahulu, sedangkan pesalinan letak sungsang justru kepala yang merupakan bagian terbesar bayi akan lahir terakhir. Persalinan kepala pada letak sungsang tidak mempunyai mekanisme “Maulage” karena susunan tulang dasar kepala yang rapat dan padat, sehingga hanya mempunyai waktu 8 menit, setelah badan bayi lahir. Keterbatasan waktu persalinan kepala dan tidak mempunyai mekanisme maulage dapat menimbulkan kematian bayi yang besar (Manuaba, 1998). 

 

b.  Etiologi   

  Penyebab letak sungsang dapat berasal dari (Manuaba, 2010): 

Faktor ibu  

Keadaan rahim  

Rahim arkuatus 

Septum pada rahim  

Uterus dupleks 

Mioma bersama kehamilan  

Keadaan plasenta 

Plasenta letak rendah  

Plasena previa 

Keadaan jalan lahir 

Kesempitan panggul  

Deformitas tulang panggul  

Terdapat tumor menghalangi jalan lahir dan perputaran ke posisi kepala 

Faktor Janin  

  Pada janin terdapat berbagai keadaan yang menyebabkan letak sungsang:   Tali pusat pendek atau lilitan tali pusat 

Hirdosefalus atau anensefalus 

Kehamilan kembar 

Hirdramnion atau oligohidramnion 

Prematuritas 

 

c.  Tanda dan Gejala    

Pemeriksaan abdominal 

Letaknya adalah memanjang. 

Di atas panggul terasa massa lunak dan tidak terasa seperti kepala. 

Pada funfus uteri teraba kepala. Kepala lebih keras dan lebih bulat dari pada bokong dan kadang-kadang dapat dipantulkan (Ballotement) 

Auskultasi   

Denyut jantung janin pada umumnya ditemukan sedikit lebih tinggi dari umbilikus (Sarwono Prawirohardjo, 2007 : 609). Auskultasi denyut jantung janin dapat terdengar diatas umbilikus jika bokong janin belum masuk pintu atas panggul. Apabila bokong sudah masuk pintu atas panggul, denyut jantung janin biasanya terdengar di lokasi yang lebih rendah (Debbie Holmes dan Philip N. Baker, 2011). 

Pemeriksaan dalam 

Teraba 3 tonjolan tulang yaitu tuber ossis ischii dan ujung os sakrum   Pada bagian di antara 3 tonjolan tulang tersebut dapat diraba anus. 

Kadang-kadang pada presentasi bokong murni sacrum tertarik ke bawah dan teraba oleh jari-jari pemeriksa, sehingga dapat dikelirukan dengan kepala oleh karena tulang yang keras. 

 

4.  Partus lama 

a.  Pengertian  

 Partus lama adalah fase laten lebih dari 8 jam. Persalinan telah berlangsung 12 jam atau lebih, bayi belum lahir. Dilatasi serviks di kanan garis waspada persalinan aktif (Syaifuddin AB, 2002). Partus lama adalah persalinan yang berlangsung lebih dari 24jam pada primigradiva, dan lebih dari 18 jam pada multigradiva (Mochtar, 1998). 

b. Etiologi 

  Menurut Saifudin AB, (2007) Pada prinsipnya persalinan lama dapat disebabkan oleh : 

His tidak efisien (inadekuat) 

Faktor janin (malpresenstasi, malposisi, janin besar) 

  Malpresentasi adalah semua presentasi janin selain vertex (presentasi bokong, dahi, wajah, atau letak lintang). Malposisi adalah posisi kepala janin relative terhadap pelvis dengan oksiput sebagai titik referansi. Janin yang dalam keadaan malpresentasi dan malposisi kemungkinan menyebabkan partus lama atau partus macet (Saifudin AB, 2007) 

Faktor jalan lahir (panggul sempit, kelainan serviks, vagina, tumor) 

  Panggul sempit atau disporporsi sefalopelvik terjadi karena bayi terlalu besar dan pelvic kecil sehingga menyebabkan partus macet. Cara penilaian serviks yang baik adalah dengan melakukan partus percobaan (trial of labor). Kegunaan pelvimetre klinis terbatas (Saifudin AB, 2007) 

 

  Faktor lain (Predisposisi) 

Paritas dan Interval kelahiran (Fraser,  MD, 2009) 

Ketuban Pecah Dini  

  Ketuban pecah dini (KPD) didefinisikan sebagai pecahnya ketuban sebelum waktunya melahirkan. Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh sebelum waktunya melahirkan. KPD preterm adalah KPD sebelum usia kehamilan 37 minggu. KPD yang memanjang adalah KPD yang terjadi lebih dari 12 jam sebelum waktunya melahirkan (Sujiyatini, 2009). 

   Pada ketuban pecah dini bisa menyebabkan persalinan berlangsung lebih lama dari keadaan normal, dan dapat menyebabkan infeksi. Infeksi adalah bahaya yang serius yang mengancam ibu dan janinnya, bakteri di dalam cairan amnion menembus amnion dan menginvasi desidua serta pembuluh korion sehingga terjadi bakteremia dan sepsis pada ibu dan janin (Wiknjosastro, 2007). 

   KPD pada usia kehamilan yang lebih dini biasanya disertai oleh periode laten yang lebih panjang. Pada kehamilan aterm periode laten 24 jam pada 90% pasien 

(Scott RJ, 2002). 

 

c.  Tanda dan Gejala 

Tabel 1. Diagnosis Kelainan Partus Lama 

 

Tanda dan gejala klinis 

Diagnosis 


Pembukaan serviks tidak membuka (kurang dari 3 cm), tidak didapatkan kontraksi uterus 

Belum inpartu, fase labor 


Pembukaan serviks tidak melewati 3 cm sesudah 8 jam inpartu 

Prolonged laten phase 


Pembukaan serviks tidak melewati garis waspada partograf : 

Frekuensi dan lamanya kontraksi kurang dari 3 kontraksi per 10 menit dan kurang dari 40 detik 

Secondary arrest of dilatation atau  arrest of descent 

Secondary arrest of dilatation dan bagian terendah dengan caput terdapat moulase hebat, edema serviks, tanda   rupture uteri immenens, fetal dan maternal distress 

Kelainan presentasi (selain vertex) 

 

Inersia uteri 

 

Disporporsi sefalopelvik 

Obstruksi 

 

 

 

Malpresentasi 


Pembukaan serviks lengakap, ibu ingin mengedan, tetapi tidak ada kemajuan (kala II lama/ prolonged second stage) 


 

 

 

5.  Preeklamsia  

a.  Pengertian  

 Preeklamsia adalah peningkatan tekanan darah yang baru timbul setelah usia kehamilan mencapai 20 minggu, disertai dengan penambahan berat badan ibu yang cepat akibat tubuh membengkak dan pada pemeriksaan laboratorium dijumpai protein di dalam urin/proteinuria. (Fadlun, 2013). Preeklamsia adalah suatu sindrom khas kehamilan berupa penurunan perfusi organ akibat vasospasme dan pengaktifan endotel. (Leveno, 2009).  Preeklamsia merupakan suatu penyakit vasopastik, yang melibatkan banyak sistem dan ditanda  i oleh hemokonsentrasi, hipertensi yang terjadi setelah minggu ke 20 dan proteinuria. (Bobak, 2005). 

 

b.  Etiologi 

Primigravida, 85 % preeklamsi terjadi pada kehamilan pertama 

Grande multigravida 

Janin besar 

Distensi rahim berlebidan (hidramnion, hamil kembar, mola hidatidosa) 

c.  Tanda dan Gejala 

Kriteria minimal dari preeklamsia adalah sebagai berikut : 

Tekanan darah 140/90 mmHg setelah gestasi 20 minggu -  Proteinuria 300 mg/24 jam atau 1+ pada dipstik Peningkatan kepastian preeklamsia (berat) adalah : 

Tekanan darah 160/110 mmHg 

Proteinuria 2 g/24 jam atau 2+ pada dipstik 

Nyeri kepala menetap atau gangguan penglihatan 

Nyeri epigastrium menetap 

 









Topik 2 

Penatalaksanaan Asuhan Kegawatdaruratan  Persalinan Kala I dan II  

Kasus kegawatdaruratan obstetri merupakan kasus yang harus segera ditangani agar dapat meminimalisir mortalitas dan morbiditas ibu dan janinya. Dalam Bab 3 Topik 2 ini Anda akan mempelajari penatalaksanaan kegawatdaruratan maternal masa persalinan kala I dan II yaitu penatalaksanaan pada kasus : 

Emboli air ketuban 

Distosia bahu 

Persalinan dengan kelainan letak (sungsang) 

Partus lama 

Preeklamsia. 

 

Setelah Anda mengidentifikasi kasus penyulit persalinan kala I dan II, kemudian mempelajari konsep dari masing-masing kasus, apakah Anda menyadari bahwa kasus kegawatdaruratan tersebut sangat penting untuk diberikan pertolongan/penatalaksanaan yang cepat dan tepat. Kesalahan ataupun kelambatan Anda dalam menentukan penatalaksanaan terhadap kasus, dapat berakibat fatal. Untuk dapat memberikan pertolongan yang cepat dan tepat, maka pelajarilah dengan baik uraian tentang bagaimana penatalaksanaan kasus kegawatdaruratan maternal masa persalinan kala I dan II berikut ini : 

1.  Penataksanaan Emboli Air Ketuban 

Bila sesak nafas - oksigen atau respirator 

Bila  terjadi gangguan bekuan darah - transfusi 

Observasi tanda vital  

 

  Wanita yang bertahan hidup setelah menjalani resusitasi jantung sebaiknya mendapat terapi yang ditujukan untuk oksigenasi dan membantu miokardium yang mengalami kegagalan. Tindakan yang menunjang sirkulasi dan pemberian darah dan komponen darah sangat penting dikerjakan. Belum ada data yang menunjukkan bahwa ada suatu intervensi yang dapat  memperbaiki prognosis ibu pada emboli cairan amnion. Penderita yang belum melahirkan perlu tindakan seksio caesarea darurat sebagai upaya menyelamatkan janin. 

 

2.  Penatalaksanaan Distosia Bahu 

Penatalaksanaan distosia bahu (APN 2007) 

Mengenakan sarung tangan desinfeksi tingkat tinggi atau steril. 

Melaksanakan episiotomi secukupnya dengan didahului dengan anastesi lokal. 

Mengatur posisi ibu Manuver Mc Robert. 

Pada posisi ibu berbaring terlentang, minta ibu menarik lututnya sejauh mungkin  kearah dadanya dan diupayakan lurus. Minta suami/keluarga membantu. 

Lakukan penekanan ke bawah dengan mantap diatas simpisis pubis untuk menggerakkan bahu anterior di atas simpisis pubis. Tidak diperbolehkan mendorong fundus uteri, beresiko menjadi ruptur uteri. 

 

 

Gambar.5 Manuver Mc Robert 

 

Ganti posisi ibu dengan posisi merangkak dan kepala berada di atas 

Tekan ke atas untuk melahirkan bahu depan 

Tekan kepala janin mantap ke bawah untuk melahirkan bahu belakang 

 

Penatalaksanaan distosia bahu menurut Varney (2007) 

Bersikap relaks. Hal ini akan mengkondisikan penolong untuk berkonsentrasi dalam menangani situasi gawat darurat secara efektif. 

Memanggil dokter. Bila bidan masih terus menolong sampai bayi lahir sebelum dokter adatang, maka dokter akan menangani perdarahan yang mungkin terjadi atau untuk tindakan resusitasi. 

Siapkan peralatan tindakan resusitasi. 

Menyiapkan peralatan dan obat-obatan untuk penanganan perdarahan. 

Beritahu ibu prosedur yang akan dilakukan. 

Atur posisi Mc Robert. 

Cek posisi bahu. Ibu diminta tidak mengejan. Putar bahu menjadi diameter oblik dari pelvis atau anteroposterior bila melintang. Kelima jari satu tangan diletakkan 

pada dada janin, sedangkan kelima jari tangan satunya pada punggung janin sebelah kiri. Perlu tindakan secara hati-hati karena tindakan ini dapat menyebabkan kerusakan pleksus syaraf brakhialis. 

Meminta pendamping persalinan untuk menekan daerah supra pubik untuk menekan kepala ke arah bawah dan luar. Hati-hati dalam melaksanakan tarikan ke bawah karena dapat menimbulkan kerusakan pleksus syaraf brakhialis. Cara menekan daerah supra pubik dengan cara kedua tangan saling menumpuk diletakkan di atas simpisis. Selanjutnya ditekan ke arah luar bawah perut. 

Bila persalinan belum menunjukkan kemajuan, kosongkan kandung kemih karena dapat menganggu turunnya bahu, melakukan episiotomy, melakukan pemeriksaan dalam untuk mencari kemungkinan adanya penyebab lain distosia bahu. Tangan diusahakan memeriksa kemungkinan : 

Tali pusat pendek. 

Bertambah besarnya janin pada daerah thorak dan abdomen oleh karena tumor. 

Lingkaran bandl yang mengindikasikan akan terjadi ruptur uteri. 

Mencoba kembali melahirkan bahu. Bila distosia bahu ringan, janin akan dapat dilahirkan. 

Lakukan tindakan perasat seperti menggunakan alat untuk membuka botol (corkcrew) dengan cara seperti menggunakan prinsip skrup wood. Lakukan pemutaran dari bahu belakang menjadi bahu depan searah jarum jam, kemudian di putar kembali dengan posisi bahu belakang menjadi bahu depan berlawanan arah dengan jarum jam putar 180oC. Lakukan gerakan pemutaran paling sedikit 4 kali, kemudian melahirkan bahu dengan menekan kepada ke arah luar belakang disertai dengan penekanan daerah suprapubik. 

Bila belum berhasil, ulangi melakukan pemutaran bahu janin seperti langkah 11. 

Bila tetap belum berhasil, maka langkah selanjutnya mematahkan klavikula anterior kemudian melahirkan bahu anterior, bahu posterior, dan badan janin. 

Melakukan maneuver Zavenelli, yaitu suatu tindakan untuk memasukkan kepala kembali ke dalam jalan lahir dengan cara menekan dinding posterior vagina, selanjutnya kepala janin di tahan dan dimasukkan, kemudian dilakukan SC. 

 

 Bagaimana apakah Anda sudah tahu, apa yang harus Anda lakukan bila terjadi kasus persalinan kemudian terjadi distosia bahu ? Bila Anda belum paham cobalah sekali lagi untuk membaca penatalaksanaan distosia bahu di atas. 

 

3.  Penatalaksanaan Persalinan letak sungsang 

 Selama proses persalinan, risiko ibu dan anak jauh lebih besar dibandingkan persalinan pervaginam pada presentasi belakang kepala. 

Pada saat masuk kamar bersalin perlu dilakukan penilaian secara cepat dan cermat mengenai : keadaan selaput ketuban, fase persalinan, kondisi janin serta keadaan umum ibu. 

Dilakukan pengamatan cermat pada DJJ dan kualitas his dan kemajuan persalinan. 

Persiapan tenaga penolong persalinan dan asisten penolong. 

 

Persalinan spontan pervaginam (spontan Bracht) terdiri dari 3 tahapan : 

Fase lambat pertama:  

Mulai dari lahirnya bokong sampai umbilikus (scapula). 

Disebut fase lambat oleh karena tahapan ini tidak perlu ditangani secara tergesa-gesa mengingat tidak ada bahaya pada ibu dan anak yang mungkin terjadi. 

Fase cepat:  

Mulai lahirnya umbilikus sampai mulut. 

Pada fase ini, kepala janin masuk panggul sehingga terjadi oklusi pembuluh darah talipusat antara kepala dengan tulang panggul sehingga sirkulasi uteroplasenta terganggu. 

Disebut fase cepat oleh karena tahapan ini harus terselesaikan dalam 1-2 kali kontraksi uterus (sekitar 8 menit). 

Fase lambat kedua:  

Mulai lahirnya mulut sampai seluruh kepala.  

Fase ini disebut fase lambat oleh karena tahapan ini tidak boleh dilakukan secara tergesa-gesa untuk menghidari dekompresi kepala yang terlampau cepat yang dapat menyebabkan perdarahan intrakranial. 

 

  Untuk teknik pertolongan persalinan sungsang spontan pervaginam, langkahlangkahnya akan Anda pelajari secara lengkap pada Praktikum Bab 1 tentang pertolongan persalinan sungsang. 

 

Penatalaksanaan Partus lama 

  Menurut Winkjosastro (2002), penatalaksanaan berdasarkan diagnosisnya, yaitu: 

  Fase Laten Memanjang 

Bila fase laten lebih dari 8 jam dan tidak ada tanda-tanda kemajuan, lakukan penilaian ulang terhadap serviks. 

Jika tidak ada perubahan pada pendataran atau pembukaan serviks dan tidak ada gawat janin, mungkin pasien belum inpartu 

Jika ada kemajuan dalam pendataran dan pembukaan serviks, lakukan 

amniotomi dan induksi persalinan dengan oksitosin atau prostaglandin 

Lakukan penilaian ulang setiap 4 jam 

Jika didapatkan tanda-tanda infeksi (demam,cairan vagina berbau): lakukan akselerasi persalinan dengan oksitosin 

Berikan antibiotika kombinasi sampai persalinan 

Ampisilin 2 g IV setiap 6 jam 

Ditambah gentamisin 5 mg/kgBB IV setiap 24 jam 

Jika terjadi persalinan pervaginam stop antibiotika pascapersalinan 

Jika dilakukan SC, lanjutkan antibiotika ditambah metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam sampai ibu bebas demam selama 48 jam. 

  Fase Aktif Memanjang 

Jika tidak ada tanda - tanda disproporsi sefalopelfik atau obstruksi dan ketuban masih utuh, pecahkan ketuban 

Jika his tidak adekuat (kurang dari 3 his dalam 10 menit dan lamanya kurang dari 40 detik) pertimbangkan adanya inertia uteri 

Jika his adekuat (3 kali dalam 10 menit dan lamanya lebih dari 40 detik), pertimbangkan adanya disproporsi, obstruksi, malposisi atau malpresentasi 

Lakukan penanganan umum yang akan memperbaiki his dan mempercepat kemajuan persalinan. 

 

Partus lama adalah kasus yang juga sering terjadi bila pertolongannya dilakukan bukan oleh tenaga kesehatan atau oleh tenaga kesehatan tetapi salah dalam pengelolaan persalinannya. Setelah Anda mengenal apa itu partus lama, maka diharapkan kasus ini akan terminimalisasi. Bagaimana agar partus lama tidak terjadi ?. Menurut Harry Oxorn dan Willian R. Forte (1996), penatalaksanaan partus lama antara lain : 

  Pencegahan 

Persiapan kelahiran bayi dan perawatan prenatal yang baik akan mengurangi insidensi partus lama. 

Persalinan tidak boleh diinduksi atau dipaksakan kalau serviks belum matang. Servik yang matang adalah servik yang panjangnya kurang dari 1,27 cm (0,5 inci), sudah mengalami pendataran, terbuka sehingga bisa dimasuki sedikitnya satu jari dan lunak serta bisa dilebarkan. 

  Tindakan suportif 

Selama persalinan, semangat pasien harus didukung. Anda harus membesarkan hatinya dengan menghindari kata-kata yang dapat menimbulkan kekhawatiran dalam diri pasien. 

Intake cairan sedikitnya 2500 ml per hari. Pada semua partus lama, intake cairan sebanyak ini di pertahankan melalui pemberian infus larutan glukosa. Dehidrasi, dengan tanda adanya acetone dalam urine, harus dicegah. 

Makanan yang dimakan dalam proses persalinan tidak akan tercerna dengan baik. Makanan ini akan tertinggal dalam lambung sehingga menimbulkan bahaya muntah dan aspirasi. Untuk itu, maka pada persalinan yang berlangsung lama di pasang infus untuk pemberian kalori. 

Pengosongan kandung kemih dan usus harus memadai. Kandung kemih dan rectum yang penuh tidak saja menimbulkan perasaan lebih mudah cidera dibanding dalam keadaan kosong. 

Meskipun wanita yang berada dalam proses persalinan, harus diistirahatkan dengan pemberian sedatif dan rasa nyerinya diredakan dengan pemberian analgetik, namun semua preparat ini harus digunakan dengan bijaksana. Narcosis dalam jumlah yang berlebihan dapat mengganggu kontraksi dan membahayakan bayinya. 

Pemeriksaan rectal atau vaginal harus dikerjakan dengan frekuensi sekecil mungkin. Pemeriksaan ini menyakiti pasien dan meningkatkan resiko infeksi. Setiap pemeriksaan harus dilakukan dengan maksud yang jelas. 

Apabila hasil-hasil pemeriksaan menunjukkan adanya kemajuan dan kelahiran diperkirakan terjadi dalam jangka waktu yang layak serta tidak terdapat gawat janin ataupun ibu, tetapi suportif diberikan dan persalinan dibiarkan berlangsung secara spontan. 

 

  Perawatan pendahuluan 

  Penatalaksanaan penderita dengan partus lama adalah sebagai berikut : 

Suntikan Cortone acetate 100-200 mg intramuskular 

Penisilin prokain : 1 juta IU intramuskular 

Streptomisin 1 gr intramuskular 

Infus cairan : Larutan garam fisiologis, Larutan glukose 5-100% pada janin pertama: 1 liter/jam 

Istirahat 1 jam untuk observasi, kecuali bila keadaan mengharuskan untuk segera bertindak 

 

5.  Penatalaksanaan Pre-eklamsia  

  Penanganan pre-eklampsia pada saat persalinan adalah: 

Rangsangan untuk menimbulkan kejang dapat berasal dari luar dari penderita sendiri, dan his persalinan merupakan rangsangan yang kuat. Maka dari itu preeklampsia berat lebih mudah menjadi eklampsia pada waktu persalinan. 

Pada persalinan diperlukan sedativa dan analgetik yang lebih banyak. 

Pada kala II, pada penderita dengan hipertensi bahaya perdarahan dalam otak lebih besar sehingga hendaknya persalinan diakhiri dengan cunam atau ekstraksi vakum dengan memberikan narkosis umum untuk menghindari rangsangan pada susunan saraf pusat. 

Anastsi lokal dapat diberikan bila tekanan darah tidak terlalu tinggi dan penderita masih sanmolen karena pengaruh obat. 

Hindari pemberian ergometrin pada kala III karena dapat menyebabkan kontriksi pembuluh darah dan dapat meningkatkan pembuluh darah. 

Pemberian obat penennag diteruskan sampai dengan 48 jam postpartum karena ada kemungkinan setelah persalinan tekanan darah akan naik dan berlanjut menjadi eklampsia. (Winkjosastro, 2007).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERUNDANG-UNDANGAN YANG MELANDASI TUGAS, PRAKTIK DAN FUNGSI BIDAN

Teori-Teori yang Mendasari Pengambilan Keputusan Dalam Menghadapi Dilema Etik Dan Moral DalamPelayanan Kebidanan.

DETEKSI DINI KELAINAN LETAK/MALPRESENTASI PADA MASA KEHAMILAN ATERM